2 bulan yang lalu
Oleh: Ani Marlina

DAMPAK PERKEMBANGAN INDUSTRI TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP


DAMPAK PERKEMBANGAN INDUSTRI TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP

 

 

A.           Review Tentang Perkembangan Industri

Peradaban manusia saat ini  sudah sampai pada tingkat yang  sangat tinggi secara teknologi dan gaya hidup, melompat jauh dari cara hidup manusia-manusia di masa lampau.  Informasi yang mengglobal dan berbagai kemudahan di jaman ini ditopang oleh penggunaan teknologi sangat maju.  Perubahan tata kehidupan, interaksi, cara memproduksi dan tatakelola industri yang jauh berbeda didasari oleh penggunaan internet secara meluas. Selanjutnya terus berkembang dengan aneka platform teknologi yang menyediakan banyak solusi.  Orang tidak perlu lagi buka toko sendiri karena sudah ada toko online bersama, orang tidak perlu punya semua hal untuk bisnis karena sudah banyak konten bisnis kolaboratif dengan orang yang tidak dikenal sama sekali diketemukan di data internet.  Banyak orang sudah bertemu, berdagang, bertransaksi, dengan orang yang tidak dikenalnya sama sekali di dunia nyata.

Solusi teknologi, solusi sosial, dan solusi keuangan sudah banyak ditawarkan baik sebagai platform mapun sebagai solusi aplikasi.  Demikian halnya industri bergerak ke arah yang semakin efesien ketika banyak fungsi detail yang sebelumnya dikerjakan manusia digantikan oleh mesin pintar, pengolahan data pun disediakan sercara instan juga dengan pola pola promosi yang sudah digerakan oleh akun-akun robot yang ramai di dunia online.  Sudah sangat akrab dan hangat perbincangan tentang era revolusi industri 4.0 dengan memanfaatkan data, teknologi blockchain, Internet of Thing, serta kecerdasan buatan.  Para produsen berlomba mengintegrasikan teknologi terkini  ke dalam kehidupan sehari hari di bidang kesehatan, pangan, dan juga gaya hidup untuk melayani permintaan industri dan sekaligus untuk mengukuhkan dominasi di pasar.

Dalam konteks perkembangan dan tantangan tatakelola sampah, ada baiknya dilakukan review perkembangan industri dan impliasinya pada lingkungan dan khususnya dalam tatakelola sampah sebagai berikut:

 

1.      Era  Industri 1.0

Era ini ditandai dengan penggunaan teknologi sangat minimal, penduduk di zaman ini hidup dengan berburu dan memanfaatkan apa yang mereka temukan di alam secara melimpah, jumlah penduduk sedikit sehingga untuk makan dengan mudah berburu dan mencari banyak tanamah berbuah di hutan. Dalam bahasa sejarah, kita lebih mengenal peradaban ini dengan istilah food gathering.  Sampah bukan persoalan di jaman ini karena jumlahnya masih sangat sedikit demikian juga dengan jenisnya masih 100 persen organik. Jadi apapun yang dimakan, dipakai, dan dimanfaatkan oleh manusia untuk bertempat tinggal masih sangat tergantung oleh lama.  Smpah organik pada jaman ini sangat sedikit dan dengan mudah dapat diurai oleh alam. Sisa daging, sisa tumbuhan, juga bekas pakaian terbuat dari kulit kayu  segera menjadi kompos diurai oleh baktteri pembusuk menjadi pupuk.

 

 

2.      Era  Industri 2.0

Seiring dengan meningkatnya keilmuan manusia dan interaksi dengan alam lebih baik, manusia tidak lagi cukup dengan sekedar berburu. Manusia membutuhkan cara yang lebih terecana dengan meproduksi makanan sendiri baik dengan cara menanam maupun memelihara binatang ternak melalui proses domestikasi hewan.  Manusia menanam aneka makanan pokok untuk kebutuhan keluarga dan komunitasnya. Inilah revolusi industri pertama yang terjadi khususnya pada sektor agraria.  Orang bertani sehingga tidak tergantung pada alam, mulai dikenal peradabang bercocok tanam, dan hasil yang bisa disimpan dan dikelola. Tapi  pada era industri inipun  manusia relatif tidak ada masalah dengan sampah, karena lahan masih sangat luas, manusia sangat terbatas, dan jikapun ada sampah dipastikan sampah organik yang sangat mudah diurai oleh alam menjadi kompos. 

 

3.    Revolusi Industri 3.0

Perubahan dramatis kehidupan manusia secara teknologi dimulai dari era revolusi industri 3.0. diawali dengan berbagai temuan mesin cetak, listrik, bola lampu dan banyak temuan-temua lanjutan dimana mesin secara umum dibuat di era ini.  Era produksi masal membuat barang dapat dibuat dengan seragam dan dengan tempo yang sangat cepat menggunakan mesin. Era ini Dimulai dari Inggris, perubahan pola kerja dari yang tadinya menggunakan tenaga manusia beralih dengan menggunakan mesin.  Lompatan terjadi di masa ini karena banyak barang dapat dikerjakan oleh industri, bahan baku industri bukan saja berasal dari pangan tetapi sudah menggunakan bahan dari senyawa kimia.

 

Problem sampah dimulai dari periode ini, karena produksi dipacu besar-besaran maka dengan demikian produk apapun harus dikemas dengan baik menggunakan aneka bahan yang kemudian akan menjadi sampah. Demikian juga dengan produk makanan olahan harus awet agar dapat dikirim ke luar daerah di luar pulau bahkan di luar negeri, untuk itu harus dikemas, diberi plastik agar tahan lama dan menarik.   Manusia  dijaman ini mulai dimanjakan dengan banyak sekali produk, dari mulai kosmetik, mainan anak-anak, alat alat olahraga, hoby, kebutuhan perkakas, dan banyak hal yang semuanya akan menjadi sampah pada akhirnya.

 

 

4.        Revolusi Industri 4.0

Era ini lahir sebagai jawaban dari masalah-masalah kontemporer yang sudah semakin kompleks.  Makin sedikit waktu dan makin macet sehingga orang sudah tidak perlu mematikan listrik dari jarak dekat bisa dari jarak jauh, kesehatan sudah semakin mahal maka perlu diotomatisasi.  Big data harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar memberikan manfaat bagi politisi, bagi ekonom, bagi pendidik, dan lainnya.

 

Inilah era  yang semakin membuat dominasi teknologi informasi dalam kehidupan. Hampir dalam setiap sendi kehidupan manusia didominasi oleh kemajuan teknologi informasi. Internet, data, dan artificial intelligence adalah sederet teknologi yang menopang revolusi ini.  Setiap orang, perangkat, kantor, produk  dapat terkoneksi dalam sebuah sistem big data. Manusia di era industri 4.0 cukup melihat kemajuan dari dashboard informasi di handphone yang terkoneksi dengan kendaraan, hotel, makanan dan bahkan cctv di rumahnya sendiri.

 

5.      Revolusi Peradaban 5.0

Revolusi peradaban 5.0 sudah mulai digagas di awal tahun 2019, terutama ketika sebagaian warga negara maju menyadari bahwa segala kemajuan teknologi pada akhirnya haru kembali pada tujuan paling utama, yaitu melayani manusia, bukan sebaliknya manusia melayani dan bahkan terbawa nilai-nilai teknologis yang melihat manusia seperti mesin hanya menjadi faktor produksi saja. Mereka seperti jepang menyebutnya sebagai “Entering Society 5.0”. Seperti gerakan kembali ke dalam tujuan kehidupan substansial dan manusiawai dengan menghindarkan dri pada teknologi yang dapat mendegradasi peran manusia. Hal ini yang melatar belakangi lahirnya Society 5.0 yang diperkenalkan di Kantor Perdana Menteri Jepang pada hari Senin, 21 Januari 2019. Melalui Society 5.0, kecerdasan buatan (artificial intelligence) akan mentransformasi big data pada segala sendi kehidupan serta the Internet of Things akan menjadi suatu kearifan baru, yang akan didedikasikan untuk meningkatkan kemampuan manusia membuka peluang-peluang bagi kemanusiaan. 

Sudah barang tentu ini merupakan tantangan dalam pembangunan lingkungan agar setiap proses menggubah alam, mendesain perubahan sosial harus secara detail melakukan perhatian pada keselarasan dengan alam, dan membangun dengan penuh makna.  Mengelola lingkungan dengan arif akan kembali memanusiakan manusia sehingga relevan dengan semangat Society 5.0  yang dapat diartikan sebagai suatu konsep masyarakat yang berpusat pada manusia (human-centered) dan berbasis teknologi (technology based).  Dalam konteks lingkungan sangat boleh jadi standar mutu lingkungan dapat dibuat lebih tinggi sehingga aneka sensor diarahkan pada sensor kualitas udara, sensor kebersihan lingkungan sensor tumpukan sampah dan sangat boleh jadi ke depan sensor-sensor makanan bebas logam berat dan campuran senyawa berbahaya akan sangat mudah ditemui dan didedikasikan untuk kehidupan yang lebih baik, lebih sehat, dan lebih manusiawi.

 

Dalam kenyataannya spirit 5.0 baru sebatas pada komunitas kecil masyarakat dunia, di arus besar tahun 2019 masih didominasi oleh spirit industri 4.0 yang fokus pada efektivitas teknologi dalam penyelesaian teknis, dalam  mereduksi biaya, dalam merubah banyak sekali model bisnis konvesional.  4.0 telah datang menggulung pelaku yang gagap perubahan dan masih senang dengan pendekatan lama yang serba manual, serba diatur sendiri, diganti dengan serba otomatis dan serba kolaboratif dengan melibatkan banyak pelaku, berbagai device dan tentu saja semuanya terkoneksi dengan internet dan kecerdasan buatan.   

 

B.            Industri 4.0 dan Sampah Elektronika 

Pada dasarnya banyak sampah an-organik yang mencemari lingkungan saat ini berasal dari industri, industri lah yang memacu ledakan produk dan sekaligus juga limbah plastik, dan aneka limbah lainnya yang segera menjadi sampah.  Industri makanan dan minuman telah menghasilkan banyak sekali sampah plastik kemasan makanan yang tersebar sampai  ke pelosok desa, industri fashion dan gaya hidup juga memberikan sampah sisa pakaian, benang, dan limbah pewarna pakaian, demikian pun dengan industri  mainan anak-anak  jumlahnya cukup masif.  Anak-anak generasi milenial tidak terbiasa menggunakan mainan dari bahan-bahan alam yang ditemui, mereka sudah sangat familiar dengan aneka mainan  hasil industri, baik mainan plastik, maupun mainan elektronik. 

Industri telah menyebabkan ledakan sampah bahkan sejak revolusi industri 3.0 dengan penemuan banyak mesin yang menghasilkan produksi dalam skala besar. Pada awalnya semua pihak berbahagia atas berbagai terobosan tersebut karena harga dapat dijangkau dengan lebih baik, kesejahteraan dan peradaban manusia seolah meningkat, namun demikian dibalik pesona teknologi dan limpahan kesejahteraan yang dipacu oleh peningkatan konsumsi, dampak konsumsi terhadap sampah meningkat, apalagi sejak plastik diproduksi secara masal.   Plastik dalam kemasan produk adalah Calon sampah, keberadaannya melekat sangat kuat dengan produk, kemasan memberi nilai penting bagi produk.   Setelah kemasan dibuka, maka “brand modern” dalam kemasan yang menjadi magnet untuk meningkatkan permintaan segera menjadi sampah.

Dibandingkan dengan era industri sebelumnya, era industri 4.0 telah menambah kategori sampah lain yang perlu penyelesaian. Dalam konteks masyarakat Indonesia tentu perlu dipikirkan. Karena masyarakat indonesia adalah pengguna produk elektronika sangat aktif. Bahkan gaya hidup menggunakan perangkat hanphone untuk kepentingan akses media sosial sudah termasuk tertinggi di dunia.  Tentu saja konsumsi device seperti laptop, handphone dan perangkat elektronik lainnnya juga besar, dan segera setelah pemakaian berakhir produk tersebut menjadi  sampah elektornik. Berdasarkan data International Journal of Environment Science and Development 2015, dari 45,4 juta ton jenis limbah telepon genggam di seluruh dunia, baru 31,7 juta ton yang dapat dikumpulkan#_ftn1" name="_ftnref1" title="">[1].  Tentu saja data ini akan terus meningkat mengingat  di era industri 4.0 peralatan elektronik sendiri sudah menjadi kebutuhan pokok yang tidak lepas dari kehidupan sehari-hari. Ada ungkapan beseloroh hari ini bahwa kebutuhan generasi saat ini bukan sekedar “sandang, pangan dan papan” tetapi sudah ditambah menjadi “sandang, pangan dan colokan untuk chargeran”.   Kondisi demikian ditambah dengan semakin cepatnya sebuah barang elektronik menjadi ketinggalan teknologi.

Sayangnya, perkembangan teknologi yang sangat cepat, mendorong usia pemakaian barang elektronik relatif singkat dan ini menjadi pemicu meningkatnya jumlah limbah elektronik.  Dulu orang mendengarkan musik dari cassete dan tape rekorder, sekarang device tersebut sudah musnah, diganti dengan VCD player dan sekarang pu VCD player makin sedikit karena banyak hal bisa langsung terkoneksi dengan jaringan internet untuk jenis musik apapun.  Maka radio dan tape rekorder pun sudah banyak yang berakhir di tempat sampah.  Demikian pun dengan nasib Monitor komputer tabung, dan hardisk-hardisk besar sudah lama musnah berakhir menjadi sampah elektronik.  Dewasa ini di tahun hardisk pun sudah mulai bergeser dengan penggunaan SSD yang dinilai lebih mempunyai performance yang jauh lebih keren. Tentu saja perangkat elektronik lain seperti lain pun mengalami nasib sama segera menjadi sampah ketika rusak atau ketika ada merk lain, tipe lain, atau teknologi lain yang lebih efisien. Puncak kecepatan perubahan tentu saja di teknologi telephone selular, karena perkembangan teknologinya luar biasa cepat.  Teknologi jaringan selular bergerak dari  2G segera menjadi 3G dan sekarang 4G menuju 4G, device lama yang tidak support segera menjadi usang dan ketika tidak bisa diupgrade lagi akan cepat menjadi sampah, demikian juga dengan perkembangan teknologi android sangat cepat bergerak dari satu teknologi ke teknologi berikutnya yang sangat membutuhkan spesifikasi yang relevan.

Sebagai contoh mari kita lihat perkembangan operating sistem android dari waktu ke waktu sebagaimana dimuat di harian kompas online#_ftn2" name="_ftnref2" title="">[2]

“Saat pertama kali dirilis, HTC Dream atau yang di pasar AS dipasarkan dengan nama T-Mobile G1, menjadi perangkat pertama yang menjalankan OS bernuansa hijau itu, pada 2008 silam. Seperti tren model ponsel kala itu, HTC Dream masih dibekali tombol fisik QWERTY geser (slider) dengan trackball yang diapit tombol home dan kembali (back). HTC Dream adalah perangkat uji coba OS Android versi 1.1 dan menjadi perangkat Android pertama yang dikomersilkan. Ponsel tersebut dirilis pada 22 Oktober dengan harga 179 dollar AS kala itu. Android versi 1.1 masih jauh dari sempurna. Fiturnya pun belum sekaya fitur Android saat ini. Seperti tidak adanya video player bawaan atau keyboard QWERTY virtual. Belum ada Buletooth stereo, dan toko aplikasi Android saat itu masih bernama Android Market, sebelum berganti nama menjadi Google Play Store.

Namun dibanding pesaingnya, iOS, Android menawarkan kustomisasi yang tidak tersedia di Apple iPhone 3G waktu itu. Eksistensi Android berlanjut di generasi kedua bersama operator seluler Verizon, yang meluncurkan Motorola DROID pada 5 November 2009. Ponsel Android Pertama, HTC Dream atau T-Mobile G1 (kanan) dan program Nexus Google (kiri).(Phone Arena)   Dalam pemasarannya, Verizon dan Motorola bekerja sama untuk mengampanyekan iklan "DROID Does" yang mencakup jargon "iDon't, DROID Does". Fitur Android semakin bertambah di genarasi kedua. Andorid 2.2 Froyo menjadi versi Android pertama yang mendukung fitur Adobe Flash. Dengan dukungan tersebut, Google berharap selangkah lebih maju dibanding perangkat iPhone. Meski akhirnya, Adobe Flash menjadi bencana bagi pengguna Android. Banyak pengguna yang mengeluh jika Adobe Flash menguras daya dan sering membuat lag. Cikal Bakal Program Android Murni Kesuksesan Android berlanjut dengan Google yang merilis Nexus One. Peluncuran ini juga mengawali program Nexus Google yang digulirkan tahun 2010. Program tersebut adalah kolaborasi antara Google dan manufaktur smartphone populer, di mana perangkatnya akan didukung Android murni. Itu artinya, perangkat tersebut akan menjadi lini pertama yang akan kebagian update versi Android. Strategi ini cukup mujur bagi Android, di mana mulai banyak vendor yang mengadopsi OS tersebut.

Setiap kali update meluncur, vendor wajib menguji coba pembaruan di handset-nya. Hal inilah yang sampai hari ini menjadi fragmentasi di ekosistem Android, yang versi terbarunya, baru bisa dinikmati kurang dari 1 persen ponsel Android di awal peluncuran. Sayangnya, Google mengakhiri program Nexus pada 2015 dengan dua perangkat terakhir, Nexus 6P dan Nexus 5X dan menggantinya dengan lini Google Pixel hingga kini. Mulai populer Pembeda lain dari ponsel Android dan iPhone adalah desain. Di awal kemunculannya, pabrikan ponsel Android mulai mencari cara untuk menawarkan hardware yang menarik bagi konsumen. Salah satunya adalah ukuran layar yang lebih besar dibanding iPhone.

Dibandingkan iPhone 3G yang layarnya berbentang 3,5 inci, ponsel Android sudah mengusung layar 4,3 inci di Motorola DROID X. Nyatanya, strategi yang dilakukan google cukup efektif mendongkrak pamor Android, bahkan di tahunnya yang kedua. Pada kuartal III-2010, Android menjadi OS ponsel kedua paling populer di dunia dengan pangsa pasar smartphone global 25,5 persen. Persentase tersebut menguntit OS Symbian yang masih populer kala itu dengan persentase 36,6 persen. Sementara iOS, menjadi OS terpopuler ketiga dengan persentase 16,7 persen. Padahal, di tahun sebelumnya, Symbian masih merajai pasar OS mobile dengan persentase 44,6 persen, disusul BlackBerry OS sebesar 20,7 persen. Sedangkan persebaran Android di pasar smartphone global masih sangat kecil dengan persentase 3,5 persen. Namun pada kuartal IV-2010, keadaan berbalik. Android menjadi OS mobile paling banyak diadopsi. Lalu Symbian turun ke posisi kedua dengan persentase 30,6 persen, disusul iOS sebesar 16 persen di posisi ketiga.

Adopsi Android semakin merajalela. HTC meluncurkan lagi ponsel Android seperti EVO 3D, begitu pula Samsung yang merilis Galaxy S II. Motorola pun ikut meluncurkan inovasi baru di smartphone Android besutannya, Motorola Atrix 4G dengan sensor pemindai sidik jari pertama yang dirilis tahun 2011. Motorola Xoom(Android Central) Di tahun yang sama, Googel merilis Android generasi ketiga, Android 3.1 Honeycomb untuk jajaran tablet dan Ice cream Sandwich 4.0 untuk jajaran ponsel. Motorola Xoom adalah tablet pertama yang menjajal Android Honeycomb, dengan dua tampilan panel untuk melihat e-mail dan kontak. Baca juga: Ponsel Android Bisa Saring Telepon Spam, Caranya? Namun, umur Android Honyecomb tak bertahan lama. Google menariknya dengan cepat, sebab meluncurkan dua sistem operasi terpisah untuk masing-masing ponsel dan tablet sangat tidak beralasan.

Setiap tahun, Android selalu meluncurkan versi barunya dengan nama panganan manis, seperti Jelly Bean, KitKat, Lollipop, Marshmallow, Nougat, Oreo, dan terakhir Pie yang menjadi Android generasi kesembilan (2018 akhir). Untuk saat ini, Android 9 masih terbatas di beberapa ponsel saja, seperti Pixel, Essential Phone dan OnePlus 6. Pasar Android pun semakin melebar dan mendominasi OS smartphone global. Berdasarkan data dari Statista, sebagaimana KompasTekno rangkum dari Phone Arena, Senin (24/9/2018), pada kuartal II-2018, sebanyak 88 persen smartphone di seluruh dunia yang telah terjual, menjalankan OS Android. Sisanya, direngkuh oleh Apple iOS dengan persentase 11,9 persen”

 

Pada awalnya orang puas dengan hanya bisa chat, yahoo mesenger pernah jadi sangat favorit untuk chat selain sms, lalu kemudian tenggelam digantikan oleh aplikasi chat yang lebih sesuai dengan preferensi konsumen seperti whatsapp, telegram, dan messenger dari facebook.  Chat biasa sudah tidak membuat manusia era industri 4.0 puas, mereka tidak cukup hanya chat saja tapi juga ingin bisa berbagi lokasi, lalu ingin berbagi foto kebahagiaan dengan banyak moment, banyak peristiwa yang menggambarkan eksistensi.  Pada awalnya para pengguna telephon sudah bahagia bisa berkirim foto lewat chat dengan photo 3 mega pixel, lama lama tidak puas dengan hanya 3 mpixel butuh gambar lebih tajam sampai dengan belasan pixel. Hape lama yang tidak suppport kamera dengan kebutuhan segera usang dan dibuang.  Setelah camera handphone lebih  tajam kualitas warnanya, pun tidak lantas membuat  konsumen puas dan bahagia berlama-lama.  Manusia sekarang membutuhkan aplikasi lain  dalam bentuk edit photo yang membuat wajahnya lebih mulus, lebih bening, lebih kelihatan kharismatik.  Itupun  hanya sebentar memuaskan generasi ini,  mereka generasi Z selalu mencari aplikasi edit yang lebih kekinian, lebih radikal, lebih unik, dan lebih mudah. Maka akan dengan mudah kita melihat wajah-wajah  di photo profil aplikasi chat dan media sosial yang berbeda dengan kehidupan nyata, bukan hanya wajah tetapi juga suara.  Wajah dan juga share video tarik suara dengan berbagai aplikasi edit dan efek agar kelihatan sangat keren. Berkirim pesen pun sudah tidak cukup lagi dengan sekedar kata-kata biasa, maka berkembanglah teknologi pembuatan stiker yang membuat kata-kata ditambah dengan stiker bergambar diri sendiri. Generasi sekarang akan berkirim kata “terima kasih” disertai dengan emot senyuman pipi merah, dan stiker wajah sendiri sedang tersenyum.

Device apapun akan segera ketinggalan jaman sekalipun pada awalnya dianggap puncak teknologi. Device berupa hanphone dan komputer segera menjadi usang dan berpindah tempat dari meja direktur, ke pasar barang bekas, dan kemudian rusak pindah ke tempat sampah.  Manusia jaman ini sangat perlu update dan penampilan sehingga produk elektronika sebagus apapun segera menjadi kurang update dan berganti dengan tipe baru sekalipun dari merk yang sama.  Demikian dinamis bukan saja barang yang segera menjadi usang, bahkan perusahaannya pun banyak yang pernah menjadi raksasa kemudian bangkrut lebih cepat dari bayangan. Produsen elektronik pabrikan nokia, Thosiba, blackberry, sonny diantara pemegang merek keren yang kemudian secara menyedihkan bangkrut lebih cepat.

Fenomena ini mendorong banyak negara mulai concern pada sampah jenis ini. Beberapa negara telah berinisiatif mengangkat isu limbah elektronik dan menjalin kerjasama antar negara dan bertukar pengalaman dalam pengelolaannya. Salah satu kerjasamanya adalah International E-Waste Management Networking (IEMN). Indonesia sendiri diminta menjadi tuan rumah pertemuan IEMN ketujuh. Pertemuan yang berlangsung dari tanggal 3 – 6 Oktober 2017 di Jakarta, diikuti oleh 14 negara yaitu: Amerika Serikat, Argentina, Brazil, Chili, Filipina, Jerman, Kambodia, Mesir, Malaysia, Meksiko, Thailand, Taiwan, dan Indonesia. IEMN 2017 mengusung tema “Talking the Next Step in E-Waste Management”. Tema ini bertujuan untuk meningkatkan kerjasama antara pemerintah, swasta dan media di bawah koordinasi pemerintah dalam mengidentifikasi mekanisme kerjasama yang tepat untuk mengelola limbah elektronik termasuk mengembangkan metode sosialisasi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak limbah elektronik dan bagaimana melakukan pengelolaannya mulai dari cara pengumpulannya.

Di Indonesia kesadaran mengenai pentingnya pengelolaan limbah elektronik juga sudah mulai dirasakan, Hal itu dipelopori oleh  Dinas Lingkungan Hidup  DKI Jaakrta. Pada tahun 2017 warga DKI Jakarta yang memiliki limbah elektronik (e-waste) dengan jumlah minimal 5 kilogram, bisa meminta Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan penjemputan dan pengangkutan. Kegiatan penjemputan dan pengangkutan ini tidak dipungut biaya (GRATIS)#_edn1" name="_ednref1" title="">[i]. Warga yang ingin limbah elektroniknya dijemput mengisi form secara online.

#_x0000_t75" style="width:354pt;height:180.75pt;visibility:visible;mso-wrap-style:square">

Program penjemputan limbah elektronik di Jakarta bekerja sama dengan PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) dan PT Mukhti Mandiri untuk mengolah limbah elektronik yang diperoleh dari masyarakat umum dan dikumpulkan oleh DLH DKI Jakarta. Untuk tugas pengolahan limbah elektronik dibagi menjadi dua, yaitu limbah elektronik seperti telepon genggam diolah oleh PT PPLI dan limbah logam lainnya diolah oleh PT Mukhti Mandiri.   Best prakctice di DKI Jakarta seharsnya dapat mendorong pemerintah di masa depan perlu lebih serius dan menyeluruh disertai oleh kajian mendalam. Karena nilai potensi pendapatan dari e-waste daur ulang akan terus membesar. Nilai yang terkait dengan sumber daya daur ulang tersebut diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020 menjadi lebih  banyak berasal dari ponsel pintar, tablet, dan produk elektronik populer lainnya mengandung bahan berharga, termasuk emas, tembaga, paladium, perak, platinum, kobalt, dan lainnya.

Belajar dari dinas lingkungan hidup Jakarta, beberapa jenis limbah yang bisa didaur ulang adalah sebagai berikut: 

#_x0000_t75" style="position: absolute; left: 0px; margin-left: 23.75pt; margin-top: 13.8pt; width: 156.2pt; height: 187.45pt; z-index: -251658240; visibility: visible;">

jenis-jenis sampah elekronik yang ditampung oleh dinas Lingkungan hidup Jakarta sudah cukup banyak, diantaranya adalah handphone, tablet,laptop, sampah dengan mesin cuci dan kulkas. Memang di kota besar sampah elektronik apalagi yang ukuran besar seperti kulkas, mesin AC, sangat besar volumenya dan sangat perlu perlakuan khusus karena tidak mungkin dijual ke tempat pembuangan sampah biasa, demikian juga dengan sampah handhphone akan sangat sayang jika tidak diperlakukan dengan cara-cara khusus agar tidak lost semua benefit ekonomi yang ada pada sampah elektronik yang bersangkutan.  Sampah elektronik sudah saatnya mendapatkan perhatian secara khusus, dalam prakteksnya limbah ini tidak berdiri sendiri, karena bahkan perangkat elektronik juga menghasilkan sampah rumah tangga seperti dus handphone, sterofrom, dan juga plastik.

1 Komentar

Silahkan LOGIN untuk berkomentar.